Kita tahu berbarengan kalau do’a kala sujud merupakan waktu tersadu buat berdo’a.
serupa disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“yang amat dekat antara seseorang hamba dengan rabbnya merupakan kala dia sujud, hingga perbanyaklah do’a kala itu. ” (hr. muslim nomor. 482, dari abu hurairah)
tetapi acapkali kita amati di lapangan, sebagian orang malah seringnya memperlama sujud terakhir kala shalat, tujuannya merupakan supaya perbanyak do’a kala itu. apakah benar kalau dikala sujud terakhir mesti demikian? mudah - mudahan sajian pendek ini berguna.
angkatan laut (AL) baro’ bin ‘azib berkata,
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal) , dan juga duduk antara 2 sujud yang dicoba oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seluruhnya kira - kira sama (lama dan juga thuma’ninahnya). ” (hr. bukhari nomor. 801 dan juga muslim nomor. 471)
syaikh muhammad bin sholih angkatan laut (AL) utsaimin sempat ditanya,
“apakah diperkenankan memperpanjang sujud terakhir dari rukun shalat yang lain, di dalamnya seorang perbanyak do’a dan juga istighfar? apakah shalat jadi cacat bila seorang memperlama sujud terakhir? ”
dia rahimahullah menanggapi,
“memperpanjang sujud terakhir kala shalat tidaklah tercantum sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. karna yang disunnahkan merupakan seorang melaksanakan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal) , sujud dan juga duduk antara 2 sujud itu kira - kira sama lamanya.
sebagaimana perihal ini dipaparkan dalam hadits baro’ bin ‘azib, dia mengatakan, “aku sempat shalat berbarengan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. saya mengalami kalau berdiri, ruku’, sujud, duduk dia saat sebelum salam dan juga berpaling, seluruhnya kira - kira sama (lamanya). ”
inilah yang afdhol. hendak namun terdapat tempat do’a tidak hanya sujud ialah sehabis tasyahud (saat sebelum salam). nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kala mengarahkan ‘abdullah bin mas’ud tasyahud, dia bersabda, “kemudian sehabis tasyahud, terserah padamu berdo’a dengan doa apa saja”. hingga berdo’alah kala itu sedikit ataupun juga lama sehabis tasyahud akhir saat sebelum salam. (fatawa nur ‘ala angkatan darat (AD) darb, kaset nomor. 376, side b)
dalam fatawa angkatan laut (AL) islamiyah (1/258) , syaikh ‘abdullah angkatan laut (AL) jibrin rahimahullah mengatakan, “aku tidak mengenali terdapatnya dalil yang mengatakan buat memperlama sujud terakhir dalam shalat. yang disebutkan dalam bermacam hadits, rukun shalat ataupun kondisi yang lain itu kira - kira sama lamanya. ”
syaikh ‘abdullah angkatan laut (AL) jibrin rahimahullah pula menarangkan, “aku tidak mengenali terdapatnya dalil yang menyarankan buat memperlama sujud terakhir dalam shalat. hendak namun, benar sebagian imam melaksanakan serupa ini bagaikan isyarat pada makmum kalau kala itu merupakan raka’at terakhir ataupun kala itu merupakan amalan terkahir dalam shalat.
karenanya, mereka juga memperpanjang sujud kala itu. dari sinilah, mereka maksudkan supaya para jama’ah ketahui kalau sehabis itu merupakan duduk terakhir ialah duduk tasyahud akhir.
tetapi sebab semacam ini bukanlah jadi karena diajarkan memperpanjang sujud terakhir kala itu. ” (fatawa syaikh ibnu jibrin, ahkam qoth’ush sholah, fatawan nomor. 2046 dari web dia)
dari uraian pendek ini, nampaklah kalau tidak terdapat anjuran buat memperlama sujud terakhir kala shalat supaya dapat perbanyak do’a kala itu. yang pas, hendaklah gerakan rukun yang terdapat sama ataupun kira - kira sama lamanya dan juga thuma’ninahnya.
silakan membaca do’a kala sujud terakhir, tetapi sebaiknya lamanya kira - kira sama dengan sujud sebelumnya ataupun sama dengan rukun yang lain.
terlebih bila imam sudah tuntas dari sujud terkahir dan juga lagi tasyahud, hingga selaku makmum hendaklah menjajaki imam kala itu. karna imam tentu aja dinaikan buat diiringi. nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“imam itu dinaikan buat diiringi, hingga janganlah diselisihi. ” (hr. bukhari nomor. 722, dari abu hurairah)
cuma allah yang berikan taufik.
( sumber: rumaysho. com )
serupa disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“yang amat dekat antara seseorang hamba dengan rabbnya merupakan kala dia sujud, hingga perbanyaklah do’a kala itu. ” (hr. muslim nomor. 482, dari abu hurairah)
tetapi acapkali kita amati di lapangan, sebagian orang malah seringnya memperlama sujud terakhir kala shalat, tujuannya merupakan supaya perbanyak do’a kala itu. apakah benar kalau dikala sujud terakhir mesti demikian? mudah - mudahan sajian pendek ini berguna.
angkatan laut (AL) baro’ bin ‘azib berkata,
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal) , dan juga duduk antara 2 sujud yang dicoba oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seluruhnya kira - kira sama (lama dan juga thuma’ninahnya). ” (hr. bukhari nomor. 801 dan juga muslim nomor. 471)
syaikh muhammad bin sholih angkatan laut (AL) utsaimin sempat ditanya,
“apakah diperkenankan memperpanjang sujud terakhir dari rukun shalat yang lain, di dalamnya seorang perbanyak do’a dan juga istighfar? apakah shalat jadi cacat bila seorang memperlama sujud terakhir? ”
dia rahimahullah menanggapi,
“memperpanjang sujud terakhir kala shalat tidaklah tercantum sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. karna yang disunnahkan merupakan seorang melaksanakan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal) , sujud dan juga duduk antara 2 sujud itu kira - kira sama lamanya.
sebagaimana perihal ini dipaparkan dalam hadits baro’ bin ‘azib, dia mengatakan, “aku sempat shalat berbarengan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. saya mengalami kalau berdiri, ruku’, sujud, duduk dia saat sebelum salam dan juga berpaling, seluruhnya kira - kira sama (lamanya). ”
inilah yang afdhol. hendak namun terdapat tempat do’a tidak hanya sujud ialah sehabis tasyahud (saat sebelum salam). nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kala mengarahkan ‘abdullah bin mas’ud tasyahud, dia bersabda, “kemudian sehabis tasyahud, terserah padamu berdo’a dengan doa apa saja”. hingga berdo’alah kala itu sedikit ataupun juga lama sehabis tasyahud akhir saat sebelum salam. (fatawa nur ‘ala angkatan darat (AD) darb, kaset nomor. 376, side b)
dalam fatawa angkatan laut (AL) islamiyah (1/258) , syaikh ‘abdullah angkatan laut (AL) jibrin rahimahullah mengatakan, “aku tidak mengenali terdapatnya dalil yang mengatakan buat memperlama sujud terakhir dalam shalat. yang disebutkan dalam bermacam hadits, rukun shalat ataupun kondisi yang lain itu kira - kira sama lamanya. ”
syaikh ‘abdullah angkatan laut (AL) jibrin rahimahullah pula menarangkan, “aku tidak mengenali terdapatnya dalil yang menyarankan buat memperlama sujud terakhir dalam shalat. hendak namun, benar sebagian imam melaksanakan serupa ini bagaikan isyarat pada makmum kalau kala itu merupakan raka’at terakhir ataupun kala itu merupakan amalan terkahir dalam shalat.
karenanya, mereka juga memperpanjang sujud kala itu. dari sinilah, mereka maksudkan supaya para jama’ah ketahui kalau sehabis itu merupakan duduk terakhir ialah duduk tasyahud akhir.
tetapi sebab semacam ini bukanlah jadi karena diajarkan memperpanjang sujud terakhir kala itu. ” (fatawa syaikh ibnu jibrin, ahkam qoth’ush sholah, fatawan nomor. 2046 dari web dia)
dari uraian pendek ini, nampaklah kalau tidak terdapat anjuran buat memperlama sujud terakhir kala shalat supaya dapat perbanyak do’a kala itu. yang pas, hendaklah gerakan rukun yang terdapat sama ataupun kira - kira sama lamanya dan juga thuma’ninahnya.
silakan membaca do’a kala sujud terakhir, tetapi sebaiknya lamanya kira - kira sama dengan sujud sebelumnya ataupun sama dengan rukun yang lain.
terlebih bila imam sudah tuntas dari sujud terkahir dan juga lagi tasyahud, hingga selaku makmum hendaklah menjajaki imam kala itu. karna imam tentu aja dinaikan buat diiringi. nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“imam itu dinaikan buat diiringi, hingga janganlah diselisihi. ” (hr. bukhari nomor. 722, dari abu hurairah)
cuma allah yang berikan taufik.
( sumber: rumaysho. com )